Minggu, 27 April 2014

WORKSHOP AKREDITASI PUSKESMA

LAPORAN PEMBUKAAN KETUA PANITIA
PERTEMUAN SOSIALISASI & WORKSHOP AKREDITASI PUSKESMAS
DINAS KESEHATAN KOTA SAMARINDA
HARI KAMIS TANGGAL 24 APRIL 2014
DSCN2243
H. Eka Ahmad Nuryani,SKM. M.Si
Ketua Panitia Kegiatan Sosialisasi & Workshop Akreditasi Puskesmas
Assalamualaikum wr wb.
Selamat pagi dan salam sejahtera.
Yth, Ibu Kepala Dinas Kesehatan Kota Samarinda atau yang mewakili
Yth, Direktorat BUKD Kementerian Kesehatan RI
Yth. Bpk Narasumber dari Bapelkes Gombong Jateng
Yth. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur
Yth. Bapeda Kota Samarinda
Yth. Kepala Bidang, Kasubag dan Kasi di lingkup Dinas Kesehatan Kota Samarinda
Yth. Tim Fasilitator /pendamping Akreditasi Puskesmas dan Tim Akreditasi di Puskesmas
Yth. Undangan dan peserta Pertemuan yang berbahagia
Alhamdulillah puji syukur ke Hadirat Allah SWT. karena dengan rahmatnya jualah kita selalu dalam keadaan sehat wa’afiat ..amin..!
Terima Kasih kami haturkan kepada Ibu kepala dinas atau yang mewakili yang telah meluangkan waktunya untuk memenuhi undangan kami ini.
Pada kesempatan kali ini kami sampaikan laporan kegiatan “sosialisasi & workshop Akreditasi Puskesmas” Dinas Kesehatan Kota Samarinda.
Ibu Kepala Dinas Kesehatan , Para Narasumber, Undangan dan peserta yang saya hormati.
Pertemuan ini dianggarkan untuk 80 orang dari Puskesmas se-kota samarinda, namun yang hadir untuk sementara ini ada 55 orang, yang belum hadir 25 orang, mungkin karna kendala transportasi atau masih melaksanakan pelayanan di puskesmas, namun mudah-mudahan sebentar lagi bis sampai di tempat ini.
Sosialisasi & Workshop ini dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Samarinda Nomor : 441.6/          /SK/DKK/IV/2014. Tanggal 21 April 2014.
Sedangkan Workshop Akreditasi Puskesmas dilaksanakan selama 4 (empat) hari dari tanggal 23 April s/d 26 April 2014.
Terselenggaranya kegiatan ini bersumber dari dana APBD Kota Samarinda dengan Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan capaian Kinerja dan Keuangan Tahun Anggaran 2014
TUJUAN DARI PERTEMUAN INI ADALAH
- Tercapainya pelayanan kesehatan di puskesmas yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
-Terwujudnya manajemen mutu puskesmas yang terstandarisasi .
-Ter-akreditasinya Puskesmas di Kota Samarinda
-Untuk meningkatkan pemahaman tentang Implementasi Akreditasi Puskesmas.
-Untuk Memberi pemahaman dan kesiapan tim Akreditasi di tingkat Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Samarinda.
Adapun Materi-Materi pertemuan ini akan disampaikan oleh :
                                 - Direktorat BKUD (Bina Upaya Kesehatan Dasar) Kementerian Kesehatan RI
                                 - Bapelkes Gombong Jawa Tengah
Demikian laporan yang dapat kami sampaikan.
Kepada Ibu Kepala Dinas atau Yang Mewakili, Mohon Kiranya berkenan memberikan sambutan dan arahan sekaligus membuka acara ini secara resmi.
Sekian dan terima kasih
wabillahi taufig walhidayah
wassalamualaikum wr wb.
                                                                                                                                                                                                         Samarinda 24 April 2014
                                                                                                                                                                                                                   Ketua Pelaksana
                                                                                                                                                                                                  Eka Ahmad Nuryani, SKM. M.Si
 DSCN2252
drg. H. Rustam,M.Si
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Smarinda
Kepada Yth. Direktorat BUKD (Bina Upaya Kesehatan Dasar) Kementerian Kesehatan RI
Yth. Bpk Djemingan, MPH dari Bapelkes Gombong
Yth. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur
Yth. Bapeda Kota Samarinda
Yth. Kepala Bidang di lingkup Dinas Kesehatan Kota Samarinda
Yth. Kepala Seksi dan Kasubag di lingkup Dinas Kesehatan Kota Samarinda
Yth. Kepala Puskesmas se-Kota Samarinda
dan para tim fasilitator/pendamping Akreditasi Dinas Kesehatan kota serta Tim Akreditasi Puskesmas di masing-masing Puskesmas yang saya Sayangi.
Assalamualaikum wr wb..
Slemat pagi dan salam sejahtera
Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmatnya kita diberikan kesehatan dan kesempatan untuk berkumpul dalam acara “Sosialisasi dan Workshop Akreditaasi Puskesmas”
Bapak dan ibu yang saya hormati..
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Puskesmas merupakan garda depan dalam penyelenggarakan upya kesehatan dasar. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004, tentang “Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat Tahun 2004″, merupakan landasan hukum dalam penyelenggaraan puskesmas, yang merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Agar Puskesmas dapat melaksanakan fungsinya secara optimal perlu dikelola dengan baik, baik kinerja pelayanan, proses pelayanan, maupun sumber daya yang digunakan. Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatanyang aman dan bermutu, serta dapat menjawab kebutuhan mereka, oleh karena itu upaya peningkatan mutu, manajemen risiko dan keselamatan pasien perlu diterapkan dalam pengelolaan puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif kepada masyarakat melalui upaya pemberdayaan masyarakat dan swasta.
Penilaian keberhasilan Puskesmas dapat dilakukan oleh internal organisasi Puskesmas itu sendiri, yaitu dengan” Penilaian Kinerja Puskesmas” yang mencakup manajemen sumberdaya termasuk alat, obat, keuangan dan tenaga , serta didukung dengan manajemen sistem pencatatan dan pelaporan, disebut sistem informasi manajemen Puskesmas (SIMPUS).
Untuk menjamin bahwa perbaikan mutu, peningkatan kinerja dan penerapan manajemen risiko dilaksanakan secara berkesinambungan dipuskesmas, maka perlu dilakukan penilaian oleh pihak eksternal dengan menggunakan standar yang ditetapkan yaitu melalui mekanisme akreditasi Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah belum standarnya pelayanan kesehatan dan kegitan dipuskesmas, Belum adanya Puskesmas ter-Akreditasi atau puskesmas yang terstandarisasi ISO, Masih Banyaknya keluhan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan petugas Puskesmas belum pernah dilatih persiapan implementasi Akreditasi Puskesmas dan penyiapan dokumen Akreditasi.
Bapak Ibu yang daya hormati.
Tujuan utama akreditasi Puskesmas adlah untuk pembinaan peningkatan mutu, kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem manajemen, sistem manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan pelayanan dan program, serta penerapan manajemen risiko, dan bukan sekedar penilaian untuk mendapatkan sertifikat akreditasi.
Pendekatan yang dipakai dalam akreditasi Puskesmas adalah keselamatan dan hak pasien dan keluarga, dengan tetap memperhatikan hak petugas. Prinsip ini ditegakkan sebagai upaya meningkatkan kualitas dan keselamatan pelayanan. selain itu, prinsip dan dasar yang ditetapkan dalam sistem kesehatan nasional 2009 yang menggarisbawahi  soal hak asasi manusia dan responsiv gender, juga dipakai dalam standar akreditasi Puskesmas ini untuk sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien, tanpa memandang golongan sosial , ekonomi, pendidikan, jenis kelamin, ras, maupun suku.
Bapak ibu yang saya hormati
Adapaun tujuan dari sosialisari dan workshop Akreditasi Puskesmas in adalah :
-Tercapainya pelayanan kesehatan di Puskesmas yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
-Terwujudnya manajemen mutu Puskesmas yang ter-standarisasi
-Ter-Akreditasinya Puskesmas di Kota Samarinda
-Untuk meningkatkan pemahaman tentang implementasi Akreditasi Puskesmas
-Untuk memberi pemahaman dan kesiapan tim Akreditasi di tingkat Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Samarinda

Manfaat yang diharapkan setelah dilaksanakan sosialisasi dan workshop Akreditasi Puskesmas ini adalah :
-Terwujudnya pelayanan kesehatan di Puskesmas yang sesuai dengan standar
-Mamacu profesionalisme tenaga kesehatan di Puskesmas
-Terwujudnya efisiensi dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas
-Terciptanya kemampuan pemberi pelayanan kesehatan yang kompetitif
-Terbentuknya tim Akreditasi Puskesmas di tingkat puskesmas dan Dinas Kesehatan yang Mempuni untuk melakukan pendampingan Akreditasi Puskesmas.

Sasaran kegiatan sosialisasi dan workshop Akreditasi Puskesmas adalah :
-Pelaksanaan Sosialisai Akreditasi Puskesmass diikuti oleh 24 Kepala puskesmas
-Workshop Akreditasi Puskesmas diikuti oleh 3 Puskesmas yaitu: Puskesmas Palaran, Puskesmas Lempake, puskesmas Trauma Center dan TIM akreditasi di Tingkat Dinas Kesehatan Kota Samarinda. Masing-masing Puskesmas mengirimkan 5 orang tim Akreditasi Puskesmas yang terdiri dari Ketua Akreditasi, Sekretaris , ketua pokja yanmed, program serta administrasi dan manajemen.
Sekian Sambutan dari saya, semoga kegiatan ini berjalan dengan lancar dan memberikan banyak manfaat.
Dengan mengucap’ Bismillahirrahmannirrohim’ acara Sosialisasi dan Workshop Akreditasi Puskesmas Kota Samarinda dengan resmi dibuka….
Wassalamualaikum wr wb…

an. Kepala Dinas Kesehatan Kota Samarinda


 drg. Nina Endang Rahayu, M.Kes


 DSCN2264
Bpk Djemingan, MPH (Bapelkos Gombong Jateng)
AKREDITASI RS.Puskesmas,
Klinik.
Praktek Mandiri
 Memahami  akreditasi Puskesmas Nasional
  • Tersusun tim Kabuaten,
  • Tersusun Rencana/ jadual  akreditasi  Puskesmas seluruh Kab.,
Kondisi Puskesmas saat ini
1.Kecenderungan untuk mengurangi kegiatan: yang penting 6 upaya wajib dilaksanakan
2.Pelayanan yang belum adil (equity problem)
3.Keberagaman sistem manajemen Puskesmas
4.Keberagaman sistem manajemen mutu
5.Keberagaman sistem pembiayaan Puskesmas
6.Pengembangan Puskesmas yang tidak mempunyai arah yang jelas ke depan
Tantangan perubahan yang dihadapi Puskesmas
  • Triple burden:
                                penyakit infeksi
                                penyakit degeneratif
                                new emerging diseases
  • Perubahan fungsi puskesmas
  • UKM dan UKP
  • Otonomi daerah: sebagai peluang pengembangan puskesmas secara spesifik sesuai kebutuhan daerah
  • Perubahan kebutuhan masyarakat
  • Perubahan tuntutan masyarakat
  • Globalisasi
  • Perubahan peraturan perundangan: PP 8/2003, SKN, KepMenKes 128/2004, UU No 29/2004, PerMenKes 1219/2005, dsb
Tantangan  −>perlu Revitalisasi Puskesmas ?
  • Perubahan fungsi Puskesmas
  • Perubahan konsep ekuiti:
  • Perubahan kebutuhan dan harapan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu  dan terjangkau.
  • Penerapan teknologi kedokteran dan kesehatan terkini dan terapan “current but applied” di Puskesmas
  • Perubahan perilaku masyarakat pada era “post modernization” dalam memelihara kesehatan sendiri.
  • Otonomi daerah dan kecenderungan “privatisasi” pelayanan kesehatan
FUNGSI PUSKESMAS
Penyelenggaraan UKM Primer/Tingkat Pertama
di wilayah kerjanya
Pusat penyedia data dan informasi kesehatan di wilayah
kerjanya sekaligus dikaitkan dengan perannya sebagai
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan di wilayahnya

Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan  Perseorangan)                                                                                                                                             primer/tingkat pertama, yang berkualitas dan berorientasi                                                                                                                                                                                pada pengguna layanannya


STANDAR AKREDITASI PUSKESMAS
 Pendahuluan
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional, tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional  diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Puskesmas merupakan garda depan dalam penyelenggara upaya kesehatan dasar.  Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/ Menkes/ SK/ II/ 2004, tentang ”Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat Tahun 2004.”, merupakan landasan hukum dalam penyelenggaraan Puskesmas, yang  merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya  Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajad kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator kecamatan sehat adalah: lingungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, serta derajad kesehatan penduduk kecamatan. Untuk mendukung kecamatan sehat salah satu upaya yang dikembangkan saat ini adalah dengan adanya Desa Siaga, yang  salah satu indikatornya adalah ada Pos Kesehatan Desa sebagai Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), dengan penggerakan masyarakat wilayah desa/ kelurahan, dan sebagai upaya pertolongan pertama pada penyakit (P3P) dan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
Agar Puskesmas dapat menjalankan fungsinya secara optimal perlu dikelola dengan baik, baik kinerja pelayanan, proses pelayanan, maupun sumber daya yang digunakan.  Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu,  serta dapat menjawab kebutuhan mereka, oleh karena itu upaya peningkatan mutu, manajemen risiko dan keselamatan pasien perlu diterapkan dalam pengelolaan Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif kepada masyarakat melalui upaya pemberdayaan masyarakat dan swasta.
Penilaian keberhasilan Puskesmas dapat dilakukan oleh  internal organisasi Puskesmas itu sendiri, yaitu dengan ”Penilaian Kinerja Puskesmas,” yang mencakup manajemen sumberdaya termasuk alat, obat, keuangan dan tenaga, serta didukung dengan manajemen sistem pencatatan dan pelaporan, disebut sistem informasi manajemen Puskesmas (SIMPUS).
Untuk menjamin bahwa perbaikan mutu, peningkatan kinerja dan penerapan manajemen risiko dilaksanakan secara berkesinambungan di Puskesmas, maka perlu dilakukan penilaian oleh pihak eksternal dengan menggunakan standar yang ditetapkan yaitu melalui mekanisme akreditasi.
Tujuan utama akreditasi Puskesmas adalah untuk pembinaan peningkatan mutu, kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem  manajemen, sistem manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan pelayanan dan program, serta penerapan manajemen risiko, dan bukan sekedar penilaian untuk mendapatkan sertifikat akreditasi.
Pendekatan yang dipakai dalam akreditasi Puskesmas adalah keselamatan dan hak pasien dan keluarga, dengan tetap memperhatikan hak petugas. Prinsip ini ditegakkan sebagai upaya meningkatkan kualitas dan keselamatan pelayanan.
Selain itu, prinsip dan dasar yang ditetapkan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2009 yang menggarisbawahi soal hak asasi manusia dan responsive gender, juga dipakai dalam standart akreditasi Puskesmas ini untuk menjamin bahwa semua pasien mendapatkan pelayanan dan informasi yang sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien, tanpa memandang  golongan sosial, ekonomi, pendidikan, jenis kelamin, ras, maupun suku.
Standar akreditasi disusun dalam 9 Bab, yang terdiri dari:
Bab I. Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas (PPP)
Bab II. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP)
Bab III. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)
Bab IV. Program Puskesmas yang Berorientasi Sasaran (PPBS)
Bab V. Kepemimpinan dan Manajemen Program Puskesmas (KMPP)
Bab VI. Sasaran Kinerja dan MDG’s (SKM)
Bab VII. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP)
Bab VIII. Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK)
Bab IX. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP)

STANDAR AKREDITASI PUSKESMAS
BAB I. Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas (PPP)
Standar
1.1. Analisis Kebutuhan Masyarakat dan Perencanaan Puskesmas
Kebutuhan  masyarakat akan pelayanan  Puskesmas diidentifikasi dan tercermin dalam Upaya Puskesmas.  Peluang untuk pengembangan dan peningkatan pelayanan  diidentifikasi dan dituangkan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.
Kriteria
1.1.1.      Di Puskesmas ditetapkan jenis-jenis pelayanan yang disediakan bagi  masyarakat dan dilakukan kerja sama  untuk mengidentifikasi dan merespon kebutuhan dan harapan masyarakat akan pelayanan Puskesmas yang dituangkan dalam perencanaan.
Maksud dan Tujuan:
  •   Pukesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan dasar perlu menetapkan jenis-jenis pelayanan yang disediakan bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan permasalahan kesehatan yang ada di wilayah kerjanya dengan mendapatkan masukan dari masyarakat melalui proses pemberdayaan masyarakat.
  •   Penilaian kebutuhan masyarakat dilakukan dengan melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat dan sektor terkait dan kegiatan survei mawas diri, serta memerhatikan data surveilans untuk kemudian dilakukan analisis kesehatan komunitas (community health analysis) yang menjadi bahan untuk penyusunan rencana Puskesmas.
  •   Rencana Puskesmas dituangkan dalam bentuk rencana lima tahunan dan rencana tahunan berupa Rencana Usulan Kegiatan untuk anggaran tahun berikut dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan untuk anggaran tahun berjalan, yang diuraikan lebih lanjut dalam rencana kegiatan bulanan, baik untuk kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
  •   Dalam penyusunan rencana usulan kegiatan memperhatikan siklus perencanaan yang ada di daerah melalui mekanisme musrenbang desa, kecamatan, kabupaten, dengan memperhatikan potensi daerah masing-masing dan waktu pelaksanaan musrenbang.
  • Bagi Puskesmas yang ditetapkan sebagai PPK-BLUD harus menyusun rencana strategi bisnis dan rencana bisnis anggaran, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan tentang PPK-BLUD.

Elemen Penilaian:
  1. Ditetapkan jenis-jenis pelayanan yang disediakan berdasarkan prioritas
  2. Tersedia informasi tentang jenis pelayanan dan jadwal pelayanan.
  3. Ada upaya untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat.
  4. Ada Informasi tentang kebutuhan dan harapan masyarakat yang dikumpulkan melalui survey atau kegiatan lainnya.
  5. Ada perencanaan Puskesmas yang disusun berdasarkan analisis kebutuhan masyarakat dengan melibatkan masyarakat dan sektor terkait yang bersifat komprehensif, meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
  6. Pimpinan Puskesmas, Penanggungjawab, dan Pelaksana Kegiatan  menyelaraskan antara kebutuhan dan harapan masyarakat dengan visi, misi, fungsi dan tugas pokok Puskesmas
Kriteria
1.1.2.      Dilakukan pembahasan bersama dengan  masyarakat secara proaktif  untuk mengetahui dan menanggapi respons masyarakat terhadap mutu dan kinerja  pelayanan, untuk meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan, pelaksanaan program, dan terhadap sarana prasarana pelayanan yang disediakan oleh  Puskesmas.
Maksud dan Tujuan:
  • Mutu dan Kinerja Pelayanan perlu diupayakan untuk ditingkatkan secara berkesinambungan, oleh karena itu umpan balik dari masyarakat dan pengguna pelayanan Puskesmas secara aktif diidentifikasi sebagai bahan untuk penyempurnaan  pelayanan Puskesmas.
  • Pembahasan dengan masyarakat dapat dilakukan melalui survey mawas diri (SMD), musyawarah masyarakat desa (MMD), maupun  pertemuan-pertemuan konsultatif dengan masyarakat.
Elemen Penilaian:
  1. Pengguna pelayanan diikut sertakan secara aktif untuk memberikan umpan balik tentang mutu dan kinerja pelayanan dan kepuasan terhadap pelayanan Puskesmas
  2. Ada proses identifikasi terhadap  tanggapan masyarakat tentang mutu pelayanan
  3. Ada upaya menanggapi  harapan masyarakat terhadap mutu pelayanan dalam rangka memberikan kepuasan bagi pengguna pelayanan.
Kriteria
1.1.3.      Peluang pengembangan dalam penyelenggaraan program dan pelayanandiidentifikasi dan ditanggapi  secara inovatif

Maksud dan Tujuan:
  • Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, prioritas masalah kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh karena itu untuk mengembangkan pelayanan yang diselenggarakan oleh Puskesmas perlu diidentifikasi peluang-peluang pengembangan program/kegiatan maupun perbaikan mutu dan kinerja.
Elemen Penilaian:
  1. Peluang pengembangan dalam penyelenggaraan program dan pelayanan diidentifikasi dan ditanggapi untuk perbaikan
  2. Didorong adanya inovasi dalam pengembangan pelayanan, dan diupayakan pemenuhan kebutuhan sumber daya
  3. Mekanisme kerja dan teknologi diterapkan dalam pelayanan untuk memperbaiki mutu pelayanan dalam rangka untuk memberikan kepuasan terhadap pengguna pelayanan.
Kriteria
1.1.4.      Perencanaan Operasional Puskesmas disusun secara terintegrasi berdasarkan visi, misi,  tujuan Puskesmas, dan perencanaan stratejik Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Maksud dan Tujuan:
  • Berdasarkan hasil analisis kebutuhan masyarakat dan analisis kesehatan masyarakat, Puskesmas bersama dengan sektor terkait dan masayarakat menyusun Rencana Lima Tahunan (rencana strategik). Berdasarkan rencana lima tahunan tersebut,  Puskesmas menyusun Rencana Operasional Puskesmas  yang dituangkan dalam Rencana Usulan Kegiatan (RUK) untuk periode tahun yang akan datang yang merupakan usulan ke Dinas Kesehatan Kabupaten, dan menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) untuk tahun berjalan berdasarkan anggaran yang tersedia untuk tahun tersebut.
  • Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun secara terintegrasi melalui pembentukan tim Perencanaan Tingkat Puskesmas (Tim PTP), yang akan dibahas dalam musrenbangdes dan musrenbang kecamatan untuk kemudian diusulkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Elemen Penilaian:
  1. Ada Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun berdasarkan Rencana Lima Tahunan Puskesmas, melalui analisis kebutuhan masayarakat.
  2. Ada  Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas sesuai dengan anggaran yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten untuk tahun berjalan.
  3. Penyusunan RUK dan RPK dilakukan secara lintas program dan lintas sektoral.
  4. RUK dan RPK merupakan rencana terintegrasi dari berbagai Program/Upaya Puskesmas.
  5. Ada kesesuaian antara Rencanaan Pelaksanaan Kegiatan (RPK) dengan Rencana Usulan kegiatan (RUK) dan Rencana Lima Tahunan Puskesmas.
Kriteria
1.1.5.      Pimpinan Puskesmas dan Penanggungjawab Program/Upaya Puskesmas   wajib memonitor pelaksanaan dan pencapaian pelaksanaan pelayanan dan Program/UpayaPuskesmas dan mengambil langkah tindak lanjut untuk revisi/perbaikan rencana bila diperlukan.
Maksud dan Tujuan
  • Perubahan rencana operasional dimungkinkan apabila terjadi perubahan kebijakan pemerintah tentang program kegiatan Puskesmas maupun dari hasil monitoring dan pencapaian program kegiatan Puskesmas.  Revisi terhadap rencana harus dilakukan dengan alasan yang tepat sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja Puskesmas.
Elemen penilaian:
  1. Ada mekanisme monitoring yang dilakukan oleh Pimpinan Puskesmas dan Penanggungjawab Program/Upaya Puskesmas untuk menjamin bahwa pelaksana akan melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan operasional.
  2. Ada indikator yang digunakan untuk monitoring dan menilai proses pelaksanaan dan pencapaian hasil pelayanan.
  3. Ada mekanisme untuk melaksanakan monitoring penyelenggaraan pelayanan dan tindaklanjutnya baik oleh Pimpinan Puskesmas maupun Penanggungjawab Program/Upaya Puskesmas.
  4. Ada mekanisme untuk melakukan revisi terhadap perencanaan operasional jika diperlukan berdasarkan hasil monitoring pencapaian kegiatan dan bila ada perubahan kebijakan pemerintah.
Standar

1.2. Akses dan Pelaksanaan Kegiatan

Strategi perbaikan yang berkesinambungan diterapkan agar penyelenggaraan pelayanan tepat waktu, dilakukan secara profesional dan memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat, serta tujuan Puskesmas.
Kriteria
1.2.1.      Jenis-jenis pelayanan Puskesmas memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna pelayanan dan masyarakat,
Maksud dan Tujuan:
  • Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan dasar wajib menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan Pedoman dari Kementerian Kesehatan dengan memerhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat.  Jenis-jenis pelayanan yang disediakan perlu diketahui dan dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.
Elemen Penilaian:
  1. Ditetapkan jenis-jenis pelayanan sesuai dengan Pedoman dari Kementerian Kesehatan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat
  2. Pengguna pelayanan mengetahui jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas dan pengguna pelayanan memanfaatkan jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas.
Kriteria
1.2.2.      Seluruh jajaran Puskesmas dan masyarakat memperoleh informasi yang memadai tentang kegiatan-kegiatan Puskesmas sesuai dengan perencanaan yang disusun.
Maksud dan Tujuan:
  • Pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas perlu diketahui oleh masyarakat sebagai pengguna pelayanan dan oleh lintas program dan sektor terkait untuk meningkatkan kerjasama dan saling memberi dukungan dalam penyelenggaraan program kesehatan dan  yang terkait dengan kesehatan untuk mengupayakan pembangunan yang berwawasan kesehatan.
Elemen Penilaian:
  1. Masyarakat dan pihak terkait baik lintas program  maupun lintas sektoral mendapat informasi yang memadai tentang tujuan, sasaran, tugas pokok, fungsi dan kegiatan Puskesmas
  2. Ada penyampaian informasi dan sosialisasi yang jelas dan tepat berkaitan dengan program kesehatan dan pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas kepada masyarakat dan pihak terkait.
Kriteria
1.2.3.      Akses masyarakat terhadap pengelola dan pelaksana pelayanan  dalam pelaksanaan kegiatan memadai dan tepat waktu, serta terjadi komunikasi timbal balik antara pengelola dan pelaksana pelayanan Puskesmas dengan masyarakat.
Maksud dan Tujuan:
  • Sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, baik pengelola maupun pelaksana pelayanan harus mudah diakses oleh masyarakat ketika masyarakat membutuhkan baik untuk pelayanan preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif sesuai dengan kemampuan Puskesmas.
Elemen Penilaian:
  1. Puskesmas  mudah dijangkau oleh pengguna pelayanan
  2. Proses penyelenggaraan pelayanan memberi kemudahan bagi pelanggan untuk memperoleh pelayanan
  3. Tersedia pelayanan sesuai jadual yang ditentukan.
  4. Teknologi dan mekanisme penyelenggaraan pelayanan memudahkan akses terhadap masyarakat.
  5. Ada strategi komunikasi untuk memfasilitasi kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan.
  6. Tersedia akses komunikasi dengan pengelola dan pelaksana untuk membantu pengguna pelayanan dalam memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan spesifik pengguna pelayanan.
Kriteria
1.2.4.      Penjadualan pelaksanaan pelayanan disepakati bersama dan dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan yang direncanakan
Maksud dan Tujuan
  • Kegiatan pelayanan baik di dalam gedung maupun di luar gedung Puskesmas harus dijadualkan dan dilaksanakan sesuai dengan jadual yang direncanakan dalam rangka mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan.
Elemen Penilaian:
  1. Ada kejelasan jadual pelaksanaan kegiatan Puskesmas.
  2. Jadual pelaksanaan kegiatan disepakati bersama.
  3. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual dan rencana yang disusun.
Kriteria
1.2.5.      Penyelenggaraan pelayanan dan upaya Puskesmas didukung oleh suatu mekanisme kerja agar tercapai kebutuhan dan harapan pengguna pelayanan, dilaksanakan secara efisien, minimal dari kesalahan dan mencegah terjadinya keterlambatan dalam pelaksanaan.
Maksud dan Tujuan
  • Kegiatan pelayanan dan upaya Puskesmas perlu dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip efektif dan efisien. Perlu ada suatu mekanisme kerja yang terintegrasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi sehingga tidak terjadi keterlambatan dan kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan.
  • Kesalahan yang mungkin terjadi dalam proses kegiatan perlu diantisipasi, sehingga upaya pencegahan dapat dilakukan sehingga tidak terjadi kesalahan ataupun risiko dalam penyelenggaraan proses kegiatan. Prinsip-prinsip manajemen risiko yang sederhana perlu mulai diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan Puskesmas, baik yang bersifat reaktif maupun proaktif.
  • Koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan dilakukan baik dengan komunikasi lisan maupun tertulis, dan dilakukan koordinasi melalui mekanisme loka karya mini Puskesmas baik secara lintas program maupun lintas sektoral.
Elemen Penilaian:
  1. Ada koordinasi dan integrasi dalam penyelenggaraan pelayanan dan upaya Puskesmas dengan pihak terkait, sehingga terjadi efisiensi dan menjamin keberlangsungan pelayanan.
  2. Mekanisme kerja, prosedur dan pelaksanaan kegiatan didokumentasikan
  3. Dilakukan  kajian  terhadap masalah-masalah spesifik yang ada dalam proses penyelenggaraan pelayanan dan upaya Puskesmas, untuk kemudian dilakukan koreksi dan pencegahan agar tidak terulang kembali
  4. Dilakukan kajian terhadap masalah-masalah yang potensial terjadi dalam proses penyelenggaraan pelayanan dan dilakukan upaya pencegahan.
  5. Penyelenggara pelayanan secara konsisten mengupayakan agar pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan tertib dan akurat agar memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan.
  6. Informasi yang akurat dan konsisten diberikan kepada pengguna pelayanan dan pihak terkait.
  7. Dilakukan perbaikan proses alur kerja  untuk meningkatkan efesiensi agar dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna pelayanan
  8. Ada kemudahan bagi pelaksana pelayanan untuk memperoleh bantuan konsultatif jika membutuhkan
  9. Ada mekanisme yang mendukung koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan
  10. Ada kejelasan prosedur, kejelasan tertib administrasi, dan dukungan tehnologi sehingga pelaksanaan pelayanan minimal dari kesalahan, tidak terjadi penyimpangan maupun keterlambatan.
  11. Pelaksana kegiatan mendapat dukungan dari  pimpinan Puskesmas
Kriteria
1.2.6.      Adanya mekanisme umpan balik dan penanganan keluhan  pengguna pelayanan dalam penyelenggaraan pelayanan.  Keluhan dan ketidak sesuaian pelaksanaan dimonitor, dibahas dan ditindak lanjuti oleh penyelenggara pelayanan untuk mencegah terjadinya masalah dan untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan.
Maksud dan Tujuan:
  • Mekanisme untuk menerima umpan balik dari pengguna pelayanan diperlukan untuk memperoleh masukan dari pengguna dan masyarakat dalam upaya perbaikan sistem pelayanan dan penyelenggaraan program di Puskesmas.  Berbagai mekanisme dapat dipergunakan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh Puskesmas dengan tehnologi informasi yang tersedia.
  • Respons terhadap keluhan/umpan balik diwujudkan dalam upaya perbaikan dan diinformasikan kepada pengguna pelayanan.
Elemen Penilaian:
  1. Ada mekanisme yang jelas untuk menerima keluhan dan umpan balik dari pengguna pelayanan, maupun  pihak terkait tentang pelayanan dan penyelenggaraan Program/Upaya Puskesmas.
  2. Keluhan dan umpan balik direspons, diidentifikasi, dianalisa, dan ditindaklanjuti
  3. Ada tindak lanjut sebagai tanggapan terhadap keluhan dan umpan balik.
  4. Ada evaluasi terhadap tindak lanjut keluhan/umpan balik.
Standar

1.3.      Evaluasi

Evaluasi dilakukan terhadap efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan, apakah sesuai dengan rencana dan dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna pelayanan.
Kriteria
1.3.1.Kinerja Puskesmas dan  strategi pelayanan dan penyelenggaraan Program/Upaya Puskesmas dianalisis sebagai bahan untuk perbaikan.  Hasil evaluasi dibahas dan ditindak lanjuti.
Maksud dan Tujuan
  • Evaluasi terhadap kinerja dilakukan dengan menggunakan indikator yang jelas sebagai dasar perbaikan penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan pada periode berikutnya.
  •  Indikator penilaian untuk tiap jenis pelayanan dan program kegiatan Puskesmas perlu disusun, dimonitor dan dianalisis secara periodik sebagai bahan untuk perbaikan.
Elemen Penilaian:
  1. Ada indikator yang jelas untuk penilaian kinerja Puskesmas
  2. Kinerja dinilai  secara periodik berdasarkan indikator  yang ditetapkan
  3. Hasil penilaian dianalisis dan diumpan balikkan pada pihak terkait
  4. Hasil penilaian kinerja digunakan untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan Puskesmas
  5. Hasil penilaian kinerja digunakan untuk perencanaan periode berikutnya
Kriteria
1.3.2.      Evaluasi meliputi pengumpulan data dan analisis terhadap indikator kinerja Puskesmas.

Maksud dan Tujuan
v  Untuk melakukan evaluasi kinerja perlu disusun ketentuan, prosedur, indikator dan cara pengumpulan data yang jelas, dengan metoda evaluasi yang dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif.

Elemen Penilaian:
  1. Data kinerja Puskesmas dikumpulkan secara periodik sesuai ketentuan yang berlaku
  2. Kinerja Puskesmas dianalisis secara periodik.
  3. Ditetapkan acuan yang jelas tentang indikator dan standar untuk mengukur kinerja Puskesmas.
  4. Hasil analisis data kinerja dibandingkan dengan acuan standar atau jika dimungkinkan dilakukan juga kajibanding (benchmarking) dengan Puskesmas yang lain.
  5. Ada bukti yang menunjukan bahwa evaluasi kinerja pelayanan digunakan untuk perbaikan penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan.
DSCN2257
dr. Kusuma Wijayanti, M.Si
Ketua Pelaksana Teknis Kegiatan Akreditasi Puskesmas
DSCN2309
Subagio,SST (Pendamping Puskesmas)
DSCN2297
TIM Akreditasi Puskesmas Palaran
DSCN2256
Pendamping Akreditasi Puskesmas (Dinas Kesehatan Kota)

Selasa, 15 April 2014

PENYULUHAN KEAMANAN PANGAN P-IRT TAHUN 2014

SAMBUTAN KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA SAMARINDA
DALAM RANGKA PENYULUHAN KEAMANAN PANGAN IRT-PANGAN TAHUN 2014
OK
Assalamualaikum Wr.Wb.
Yang terhormat Bapak Ibu Nara Sumber, para undangan dan peserta pelatihan yang berbahagia.
Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayahNya kita diberi kekuatan, kesehatan dan keselamatan sehingga pada hari ini kita bersama-sama dapat melaksanakan pembukaan Penyuluhan Keamanan Pangan  untuk Industri Rumah Tangga Pangan di Kota Samarinda.
Bapak ibu peserta penyuluhan yang saya hormati,
Perkembangan makanan yang beredar di Kalimantan Timur semakin meningkat khususnya di Samarinda antara lain restoran, warung, kantin, atau makanan jajanan/MAKJAN, dll.  dari data tahun 2013 :  terjadi peningkatan sebanyak 20 % dari tahun lalu . Di samping itu pengeluaran RT untuk MAKJAN mencapai 18,84 % dari total pengeluaran RT untuk makanan dan minuman. Disisi lain Pangan juga termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia, walaupun pangan itu menarik, nikmat, tinggi gizinya jika tidak aman dikonsumsi, praktis tidak ada nilai sama sekali.
Keamanan pangan selalu menjadi pertimbangan pokok dalam perdagangan,  baik perdagangan nasional maupun internasional.  Di seluruh dunia kesadaran dalam hal keamanan pangan semakin meningkat, keamanan pangan semakin penting dan vital peranannya dalam perdagangan dunia, ± 90 %  terjadinya penyakit pada manusia yang terkait dengan makanan disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi, hal ini menggambarkan bahwa sebagian pengelola makanan belum melaksanakan, menerapkan standar mutu yang ditetapkan oleh pemerintah, dari hasil pengawasan dilapangan oleh petugas Dinas Kesehatan Kota bersama instansi terkait di Kota Samarinda, bahwa masih banyak  Pengelola makanan siap saji atau maupun Industri Rumah Tangga yang Higiene Sanitasinya dapat dikatakan masih kurang memadai, terutama dalam hal pengetahuan karyawan, peralatan yang dipakai, Fasilitas Sanitasi dan tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan .
Di samarinda untuk tahun 2014 sudah terdaftar ±1.470 Industri Rumah Tangga Pangan namun yang sudah mengikuti Penyuluhan baru 1.034 Industri. Berarti baru 70% yang sudah sertifikasi produk, ditambah pertambahan industri baru sebesar 15% pertahun.
Bapak ibu peserta penyuluhan yang saya hormati,
Sertifikat Produk Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) dan Layak Hygiene Sanitasi merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu dan keamanan pangan atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan, maka dengan hasil investigasi atau pengawasan perlu adanya Penyuluhan Keamanan Pangan bagi Pengelola Makanan Industri Rumah tangga. Sedangkan untuk Sertifikasi Produk untuk menunjukkan tanda Terdaftar di Dinas Kesehatan untuk kemudian sebagai persyaratan wajib Pelabelan, yang perysratannya harus melalui Penyuluhan Kemanan Pangan. Dengan ini Dinas kesehatan Kota Samarinda melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan yang tujuannya dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi dan aman bagi kesehatan.  Selain itu saya perlu sampaikan bahwa ada perubahan dalam penomoran P-IRT dari minimal 12 digit menjadi minimal 15 digit, dimana masa berlaku sekarang hanya 5 tahun bukan lagi seumur perusahaan. Untuk itu saya harap peserta mengikuti sampai selesai.
Kemudian bagi peserta Penyuluhan yang dapat mengikuti dengan baik sampai selesai akan diberikan Sertifikat Penyuluhan, maka dengan ini saya mengharapkan kepada peserta agar dapat mengikuti Penyuluhan dengan sungguh-sungguh sehingga ilmu yang diberikan oleh Nara Sumber dapat diterapkan di tempat usahanya masing-masing.
Bersama ini saya ucapkan terima kasih kepada seluruh peserta dan Panitia Pelaksana yang telah berusaha melaksanakan kegiatan ini dengan sebaik-baiknya.
Dengan mengucapkan Bismillahirrahmannirahim Penyuluhan Kemanan Pangan Untuk Industri rumah Tangga Pangan secara resmi saya buka. Demikianlah yang dapat saya sampaikan akhirnya saya mohon maaf andaikata dalam pembicaraan ataupun tingkah laku, kurang berkenan dihati Bapak Ibu sekalian.

Samarinda, 18 Maret  2014
Kepala Dinas Kesehatan

drg. Nina Endang Rahayu,M.Kes.

NIP. 19620118-198703-2-007



DSCN1851
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.03.1.23.07.11.6664 TAHUN 2011
TENTANG
PENGAWASAN KEMASAN PANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa masyarakat harus dilindungi dari penggunaan
kemasan pangan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan
pangan;
b. bahwa pengaturan tentang kemasan pangan dalam Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.55.6497 Tahun 2007 tentang Bahan Kemasan
Pangan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Pengawasan
Kemasan Pangan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3656);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label
dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3867);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4424);
6. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;
7. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2005;
8. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 2001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan
Tata kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 tahun 2004;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN TENTANG PENGAWASAN KEMASAN PANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara
atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
2. Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau
membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung dengan pangan
maupun tidak.
3. Kemasan Pangan Bahan Alami adalah kemasan pangan yang diperoleh dari
tumbuhan atau hewan tanpa mengalami proses dan tidak mengalami
perubahan sifat atau karakteristik dasarnya.
4. Zat Kontak Pangan adalah setiap zat yang dimaksudkan untuk digunakan
sebagai komponen bahan kemasan pangan yang digunakan dalam
pembuatan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan pangan, yang jika
dalam penggunaannya tidak dimaksudkan untuk memberikan efek teknis
terhadap pangan.
5. Bahan Kontak Pangan adalah bahan kemasan pangan yang dimaksudkan
untuk bersentuhan dengan pangan.
6. Bahan Kontak Pangan Aktif adalah bahan kemasan pangan yang digunakan
untuk memperpanjang masa simpan atau mempertahankan atau
meningkatkan kondisi pangan yang dikemas.
Bahan Kontak Pangan Pintar (Intelligent) adalah bahan kemasan pangan
yang dapat memantau kondisi pangan yang dikemas atau kondisi
lingkungan di sekitar pangan.
8. Plastik adalah senyawa makromolekul organik yang diperoleh dengan cara
polimerisasi, polikondensasi, poliadisi, atau proses serupa lainnya dari
monomer atau oligomer atau dengan perubahan kimiawi makromolekul
alami atau fermentasi mikroba.
9. Keramik adalah barang yang dibuat dari campuran bahan anorganik yang
umumnya terbuat dari tanah liat atau mengandung silikat kadar tinggi dan
ke dalamnya dapat ditambahkan bahan organik melalui proses pembakaran.
10.Gelas adalah campuran pasir dengan soda abu (serbuk mineral/pasir putih
dengan titik leleh rendah), batu kapur dan pecahan atau limbah atau gelas
yang didaur ulang.
11.Karet adalah bahan polimerik yang diatas temperatur glass transition, dapat
ditarik berulangkali sekurang-kurangnya dua kali dari ukuran asalnya dan,
jika tekanan dihilangkan dengan cepat akan kembali ke panjang semula.
12.Elastomer adalah karet sintesis yang mengalami perubahan bentuk dengan
adanya tekanan dan akan kembali ke bentuk semula ketika tekanan
dihilangkan.
13.Kertas adalah bahan yang dibuat dari serat selulosa, yang diperoleh dari
kayu, kertas daur ulang dan serat tanaman tahunan seperti jerami.
14.Karton adalah istilah umum untuk jenis kertas tertentu yang mempunyai
kekakuan relatif tinggi.
15.Paduan logam adalah bahan logam, homogen pada skala makroskopik,
terdiri dari dua atau lebih unsur yang bergabung sedemikian rupa sehingga
bahan tersebut tidak mudah dipisahkan secara mekanis.
16.Selofan adalah lembaran tipis yang diperoleh dari selulosa murni, berasal
dari kayu atau katun yang tidak dapat didaur ulang.
17.Plastik daur ulang adalah limbah plastik yang didaur ulang untuk maksud
semula atau maksud lain.
18.Migrasi adalah proses terjadinya perpindahan suatu zat dari kemasan
pangan ke dalam pangan.
19.Batas Migrasi adalah jumlah maksimum zat yang diizinkan berpindah ke
dalam pangan.
20.Simulan pangan adalah media yang digunakan untuk meniru karakteristik
pangan tertentu.
21.Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ketentuan dalam Peraturan ini berlaku untuk Kemasan Pangan Olahan.
Pasal 3
Lingkup Peraturan ini meliputi:
1. Bahan yang dilarang digunakan sebagai Kemasan Pangan;
2. Bahan yang diizinkan digunakan sebagai Kemasan Pangan; dan
3. Bahan yang harus dilakukan penilaian dahulu keamanannya sebelum dapat
digunakan sebagai Kemasan Pangan.
Pasal 4
Kecuali Kemasan Pangan Bahan Alami, setiap kemasan pangan baik yang
diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia
dengan maksud untuk diperdagangkan harus memenuhi ketentuan dalam
peraturan ini.
BAB III
BAHAN YANG DILARANG DIGUNAKAN SEBAGAI KEMASAN PANGAN
Pasal 5
(1) Zat Kontak Pangan tertentu dilarang digunakan sebagai Kemasan Pangan.
(2) Zat Kontak Pangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti
tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan ini.
BAB IV
BAHAN YANG DIIZINKAN DIGUNAKAN SEBAGAI KEMASAN PANGAN
Pasal 6
(1) Bahan yang diizinkan digunakan sebagai Kemasan Pangan terdiri atas:
a. Zat Kontak Pangan; dan
b. Bahan Kontak Pangan.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
(2) Zat kontak pangan yang diizinkan digunakan sebagai Kemasan Pangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diizinkan dengan:
a. persyaratan batas migrasi; dan
b. tanpa persyaratan batas migrasi.
(3) Bahan kontak pangan yang diizinkan digunakan sebagai Kemasan Pangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diizinkan dengan persyaratan
batas migrasi.
(4) Persyaratan batas migrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
berdasarkan tipe pangan dan kondisi penggunaan.
Pasal 7
Bahan Kontak Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b
meliputi kemasan pangan aktif, kemasan pangan pintar, perekat, keramik, gabus,
karet dan elastomer, kaca, resin penukar ion, logam dan paduan logam, kertas
dan karton, plastik, selulosa teregenerasi, silikon, kain, lilin, kayu, pengkilap,
dan penyalut.
Pasal 8
(1) Zat Kontak Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) seperti
tercantum dalam Lampiran 2A yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan ini.
(2) Bahan Kontak Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) seperti
tercantum dalam Lampiran 2B yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan ini.
(3) Tipe pangan dan kondisi penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (4) tercantum dalam Lampiran 2C yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
BAB V
BAHAN YANG HARUS DILAKUKAN PENILAIAN DAHULU KEAMANANNYA
SEBELUM DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI KEMASAN PANGAN
Pasal 9
(1) Zat Kontak Pangan dan Bahan Kontak Pangan selain yang tercantum dalam
Lampiran 2A dan Lampiran 2B hanya dapat digunakan sebagai Kemasan
Pangan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan.
(2) Persetujuan Kepala Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
berdasarkan hasil penilaian keamanan Kemasan Pangan.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
(3) Permohonan persetujuan diajukan kepada Kepala Badan cq. Direktorat
Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya.
Pasal 10
(1) Kemasan Pangan dari bahan Plastik Daur Ulang hanya dapat digunakan
sebagai Kemasan Pangan setelah memenuhi proses daur ulang dan dikelola
dengan sistem jaminan kualitas yang menjamin plastik dari proses daur
ulang memenuhi ketentuan dalam Peraturan ini.
(2) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
proses daur ulang bahan plastik harus mendapat otorisasi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB VI
SANKSI
Pasal 11
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenai sanksi
administratif berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu, perintah penarikan pangan
dari peredaran, dan/atau perintah pemusnahan pangan;
c. Pembekuan Surat Persetujuan Pendaftaran Pangan;
d. Pembatalan Surat Persetujuan Pendaftaran Pangan; dan/atau
e. Sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
(1) Dengan berlakunya Peraturan ini, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor HK.00.05.55.6497 Tahun 2007 tentang Bahan
Kemasan Pangan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, semua ketentuan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor HK.00.05.55.6497 Tahun 2007 tentang Bahan Kemasan
Pangan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diatur berdasarkan Peraturan ini.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-7-
Pasal 13
Peraturan ini mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Juli 2011
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
KUSTANTINAH
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
DSCN1886
CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA
A. PENDAHULUAN
Pangan yang aman dan bermutu merupakan hak asasi setiap manusia,
tidak terkecuali pangan yang dihasilkan oleh Industri Rumah Tangga
Pangan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, pasal 111 ayat (1)
menyatakan bahwa makanan dan minuman yang digunakan masyarakat
harus didasarkan pada standar dan / atau persyaratan kesehatan.
Terkait hal tersebut di atas, Undang-Undang tersebut mengamanahkan
bahwa makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar,
persyaratan kesehatan, dan / atau membahayakan kesehatan dilarang
untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita
untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Sementara itu, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota pada Bidang
Kesehatan - sub bidang Obat dan Perbekalan Kesehatan, menyatakan
bahwa pengawasan dan registrasi makanan minuman produksi rumah
tangga merupakan urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Di sisi lain, Pemerintah berkewajiban untuk meningkatkan daya saing
Industri Rumah Tangga (IRT) atau yang sering dikenal dengan Industri
Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan kepercayaan konsumen terhadap
produk pangan yang dihasilkan IRTP serta menumbuhkan kesadaran dan
motivasi produsen dan karyawan tentang pentingnya pengolahan pangan
yang higienis dan tanggung jawab terhadap keselamatan konsumen.
Mengingat hal tersebut, maka ditetapkan Cara Produksi Pangan yang
Baik Untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) yang sesuai dengan
kondisi saat ini sebagai panduan bagi berbagai pihak yang terkait dengan
bidang keamanan pangan IRTP.
Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor
penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan keamanan

DSCN1884
-2-
pangan yang ditetapkan untuk pangan. CPPB sangat berguna bagi
kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil,
sedang, maupun yang berskala besar. Melalui CPPB ini, industri pangan
dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman
bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman
untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat,
dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan
berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan bermutu dan
aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan
terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang
mengancam kesehatan.
B. TUJUAN
Peraturan ini dimaksudkan untuk :
1. memberikan prinsip-prinsip dasar keamanan pangan bagi IRTP dalam
menerapkan CPPB-IRT agar dapat menghasilkan produk pangan yang
aman dan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen baik konsumen
domestik maupun internasional.
2. memberikan panduan bagi penyelenggara SPP-IRT guna
memperlancar operasional pelaksanaan berbagai kegiatan yang
berkaitan dengan kewenangan minimal yang wajib dilaksanakan oleh
Bupati/Walikota cq. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota – khususnya
dalam menilai persyaratan CPPB-IRT
3. memberikan panduan bagi tenaga Penyuluh Keamanan Pangan (PKP)
dan Pengawas Pangan Kabupaten / Kota (District Food Inspector / DFI)
dalam melakukan pembinaan dan pengawasan IRTP agar pangan IRT
yang beredar memenuhi persyaratan kemanan dan mutu sesuai
dengan peryaratan keamanan pangan dan tuntutan masyarakat
konsumen.
C. RUANG LINGKUP
1. Pedoman ini digunakan oleh Bupati/Walikota cq. Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota untuk menilai persyaratan CPPB-IRT dalam rangka
penerbitan SPP-IRT.
2. CPPB-IRT ini menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus
dipenuhi tentang penanganan pangan di seluruh mata rantai produksi
mulai dari bahan baku sampai produk akhir yang mencakup :
a) Lokasi dan Lingkungan Produksi;
b) Bangunan dan Fasilitas;
c) Peralatan Produksi;
d) Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air;
e) Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi;
f) Kesehatan dan Higiene Karyawan;
g) Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Karyawan;
DSCN1848
-3-
h) Penyimpanan;
i) Pengendalian Proses;
j) Pelabelan Pangan;
k) Pengawasan Oleh Penanggungjawab;
l) Penarikan Produk;
m) Pencatatan dan Dokumentasi;
n) Pelatihan Karyawan
3. Persyaratan CPPB-IRT terdiri atas 4 (empat) tingkatan, yaitu "harus"
(shall), ”seharusnya" (should), “sebaiknya” (may) dan "dapat" (can),
yang diberlakukan terhadap semua lingkup yang terkait dengan
proses produksi, pengemasan, penyimpanan dan atau pengangkutan
pangan IRT dengan rincian sebagai berikut:
a) persyaratan “harus”;
b) persyaratan “seharusnya”;
c) persyaratan “sebaiknya”; atau
d) persyaratan "dapat".
D. DEFINISI
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau
pembuatan makanan atau minuman
2. Aman untuk dikonsumsi adalah pangan tersebut tidak mengandung
bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan
manusia misalnya bahan yang dapat menimbulkan penyakit atau
keracunan.
3. Layak untuk dikonsumsi adalah pangan yang diproduksi dalam
kondisi normal dan tidak mengalami kerusakan, berbau busuk,
menjijikkan, kotor, tercemar atau terurai, sehingga dapat diterima
oleh masyarakat pada umumnya.
4. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan fisik
yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan
manusia.
(a) Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan,
menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas,
mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan
(b) Cara Produksi Pangan Yang Baik adalah suatu pedoman yang
menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman
dan layak untuk dikonsumsi.
-4-
(c) Higiene adalah segala usaha untuk memelihara dan mempertinggi
derajat kesehatan
(d) Sanitasi adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh
dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam
peralatan dan bangunan yang dapat merusak dan membahayakan
(e) Industri Rumah Tangga (IRT) adalah perusahaan pangan yang
memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan
pangan manual hingga semi otomatis. Untuk keperluan operasional
disebut Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP).
(f) Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) adalah
jaminan tertulis yang diberikan oleh Bupati/Walikota cq. Pemerintah
Daerah (Pemda) Kabupaten/Kota terhadap pangan IRT di wilayah
kerjanya yang telah memenuhi persyaratan pemberian SPP-IRT dalam
rangka peredaran pangan IRT.
(g) Pangan IRT adalah pangan olahan hasil produksi Industri Rumah
Tangga (IRT) yang diedarkan dalam kemasan eceran dan berlabel.
(h) Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan
cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.
(i) Persyaratan keamanan pangan adalah standar dan ketentuanketentuan
lain yang harus dipenuhi untuk mencegah pangan dari
kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia
dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia.
(j) Peredaran pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
dalam rangka penyaluran pangan kepada masyarakat, baik untuk
diperdagangkan maupun tidak.
(k) Pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke
tempat lain dengan cara atau sarana angkutan apapun dalam rangka
produksi, peredaran dan/atau perdagangan pangan.
(l) Penyimpanan pangan adalah proses, cara dan / atau kegiatan
menyimpan pangan baik di sarana produksi maupun distribusi.
(m) Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
(n) Bahan penolong adalah bahan yang digunakan untuk membantu
proses produksi dalam menghasilkan produk.
(o) Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang
berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain
-5-
yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan
pada, atau merupakan bagian kemasan pang an.
(p) Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan
atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan
pangan maupun tidak.
(q) Hama adalah binatang atau hewan yang secara langsung atau tidak
langsung dapat mengkontaminasi dan menyebabkan kerusakan
makanan atau minuman, termasuk burung, hewan pengerat (tikus),
serangga.
22. Kontaminasi adalah terdapatnya benda-benda asing (bahan biologi,
kimia atau fisik) yang tidak dikehendaki dari suatu produk atau benda
dan peralatan yang digunakan dalam produksi.
23. Kontaminasi silang adalah kontaminasi dari satu bahan pangan
olahan ke bahan pangan olahan lainnya melalui kontak langsung atau
melalui pekerja pengolahan, kontak permukaan atau melalui air dan
udara.
24. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan, baik berupa
cairan maupun padatan
25. Persyaratan "harus" adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila
tidak dipenuhi akan mempengaruhi keamanan produk secara
langsung dan / atau merupakan persyaratan yang wajib dipenuhi, dan
dalam inspeksi dinyatakan sebagai ketidaksesuaian kritis
26. Persyaratan "seharusnya" adalah persyaratan yang mengindikasikan
apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi mempengaruhi keamanan
produk, dan dalam inspeksi dinyatakan sebagai ketidaksesuaian
serius;
27. Persyaratan "sebaiknya" adalah persyaratan yang mengindikasikan
apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi mempengaruhi efisiensi
pengendalian keamanan produk, dan dalam inspeksi dinyatakan
sebagai ketidaksesuaian mayor;
28. Persyaratan "dapat" adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila
tidak dipenuhi mempunyai potensi mempengaruhi mutu
(wholesomeness) produk, dan dalam inspeksi dinyatakan sebagai
ketidaksesuaian minor;
29. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggungjawabnya
di bidang Pengawasan Obat dan Makanan
30. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun tidak.

DSCN1850
-6-
E. CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH
TANGGA (CPPB-IRT)
1. LOKASI DAN LINGKUNGAN PRODUKSI
ntuk menetapkan lokasi IRTP perlu mempertimbangkan keadaan dan
kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran
potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang
mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya.
a) Lokasi IRTP
Lokasi IRTP seharusnya dijaga tetap bersih, bebas dari sampah, bau,
asap, kotoran, dan debu.
b) Lingkungan
Lingkungan seharusnya selalu dipertahankan dalam keadaan bersih
dengan cara-cara sebagai berikut :
(1) Sampah dibuang dan tidak menumpuk
(2) Tempat sampah selalu tertutup
(3) Jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi
dengan baik
2. BANGUNAN dan FASILITAS
angunan dan fasilitas IRTP seharusnya menjamin bahwa pangan
tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia selama dalam
proses produksi serta mudah dibersihkan dan disanitasi.
a) Bangunan Ruang Produksi
(1) Disain dan Tata Letak
Ruang produksi sebaiknya cukup luas dan mudah dibersihkan.
(a) Ruang produksi sebaiknya tidak digunakan untuk
memproduksi produk lain selain pangan
(b) Konstruksi Ruangan :
(i) sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan lama
(ii) seharusnya mudah dipelihara dan dibersihkan atau
didesinfeksi, serta meliputi: lantai, dinding atau pemisah
ruangan, atap dan langit-langit, pintu, jendela, lubang
angin atau ventilasi dan permukaan tempat kerja serta
penggunaan bahan gelas, dengan persyaratan sebagai
berikut :
(2) Lantai
(a) Lantai sebaiknya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus
tetapi tidak licin, kuat, memudahkan pembuangan atau
pengaliran air, air tidak tergenang, memudahkan
pembuangan atau pengaliran air, air tidak tergenang
(b) Lantai seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu,
lendir, dan kotoran lainnya serta mudah dibersihkan
-7-
(3). Dinding atau Pemisah Ruangan
(a) Dinding atau pemisah ruangan sebaiknya (3) dibuat dari
bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama,
tidak mudah mengelupas, dan kuat,
(b) Dinding atau pemisah ruangan seharusnya selalu dalam
keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya
(c) Dinding atau pemisah ruangan seharusnya mudah
dibersihkan.
(4) Langit-langit
(a) Langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan lama,
tahan terhadap air, tidak mudah bocor, tidak mudah
terkelupas atau terkikis,
(b) Permukaan langit-langit sebaiknya rata, berwarna terang dan
jika di ruang produksi menggunakan atau menimbulkan uap
air sebaiknya terbuat dari bahan yang tidak menyerap air dan
dilapisi cat tahan panas,
(c) Konstruksi langit-langit sebaiknya didisain dengan baik untuk
mencegah penumpukan debu, pertumbuhan jamur,
pengelupasan, bersarangnya hama, memperkeil terjadinya
kondensasi,
(d) Langit-langit seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari
debu, sarang labah-labah.
(5) Pintu Ruangan
(a) Pintu sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak
mudah pecah atau rusak, rata, halus, berwarna terang,
(b) Pintu seharusnya dilengkapi dengan pintu kasa yang dapat
dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan.
(c) Pintu ruangan produksi seharusnya didisain membuka ke
luar / ke samping sehingga debu atau kotoran dari luar tidak
terbawa masuk melalui udara ke dalam ruangan pengolahan.
(d) Pintu ruangan, termasuk pintu kasa dan tirai udara
seharusnya mudah ditutup dengan baik dan selalu dalam
keadaan tertutup.
(6) Jendela
(a) Jendela sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak
mudah pecah atau rusak,
(b) Permukaan jendela sebaiknya rata, halus, berwarna terang,
dan mudah dibersihkan.
(c) Jendela seharusnya dilengkapi dengan kasa pencegah
masuknya serangga yang dapat dilepas untuk memudahkan
pembersihan dan perawatan.
(d) Konstruksi jendela seharusnya didisain dengan baik untuk
mencegah penumpukan debu.
-8-
(7) Lubang Angin atau Ventilasi
(a) Lubang angin atau ventilasi seharusnya cukup sehingga
udara segar selalu mengalir di ruang produksi dan dapat
menghilagkan uap, gas, asap, bau dan panas yang timbul
selama pengolahan,
(b) Lubang angin atau ventilasi seharusnya selalu dalam keadaan
bersih, tidak berdebu, dan tidak dipenuhi sarang labah-labah,
(c) lubang angin atau ventilasi seharusnya dilengkapi dengan
kasa untuk mencegah masuknya serangga dan mengurangi
masuknya kotoran,
(d) Kasa pada lubang angin atau ventilasi seharusnya mudah
dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan.
(8) Permukaan tempat kerja
(a) Permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan bahan
pangan harus dalam kondisi baik, tahan lama, mudah
dipelihara, dibersihkan dan disanitasi;
(b) Permukaan tempat kerja harus dibuat dari bahan yang tidak
menyerap air, permukaannya halus dan tidak bereaksi
dengan bahan pangan, detergen dan desinfektan.
(9) Penggunaan Bahan Gelas (Glass)
Pimpinan atau pemilik IRTP seharusnya mempunyai kebijakan
penggunaan bahan gelas yang bertujuan mencegah kontaminasi
bahaya fisik terhadap produk pangan jika terjadi pecahan gelas.
b) Fasilitas
(1) Kelengkapan Ruang Produksi
(a) Ruang produksi sebaiknya cukup terang sehingga karyawan
dapat mengerjakan tugasnya dengan teliti.
(b) Di ruang produksi seharusnya ada tempat untuk mencuci
tangan yang selalu dalam keadaan bersih serta dilengkapi
dengan sabun dan pengeringnya.
(2) Tempat Penyimpanan
(a) Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan
bahan tambahan pangan (BTP) harus terpisah dengan
produk akhir.
(b) Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk
menyimpan bahan-bahan bukan untuk pangan seperti bahan
pencuci, pelumas, dan oli.
(c) Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas
dari hama seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus,
burung, atau mikroba dan ada sirkulasi udara.

DSCN1869
-9-
3. PERALATAN PRODUKSI
ata letak peralatan produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi
silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan
sebaiknya didisain, dikonstruksi, dan diletakkan sedemikian untuk
menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan.
a) Persyaratan Bahan Peralatan Produksi
(1) Peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat,
tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar
pasang sehingga mudah dibersihkan dan dipelihara serta
memudahkan pemantauan dan pengendalian hama.
(2) Permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus halus,
tidak bercelah atau berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat
dan tidak menyerap air.
(3) Peralatan harus tidak menimbulkan pencemaran terhadap
produk pangan oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari
mesin / peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan bahanbahan
lain yang menimbulkan bahaya; termasuk bahan kontak
pangan /zat kontak pangan dar kemasan pangan ke dalam
pangan yang menimbulkan bahaya;
b) Tata Letak Peralatan Produksi
Peralatan produksi sebaiknya diletakkan sesuai dengan urutan
prosesnya sehingga memudahkan bekerja secara higiene,
memudahkan pembersihan dan perawatan serta mencegah
kontaminasi silang.
c) Pengawasan dan Pemantauan Peralatan Produksi
Semua peralatan seharusnya dipelihara, diperiksa dan dipantau agar
berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih
d) Bahan perlengkapan dan alat ukur/timbang
(1) Bahan perlengkapan peralatan yang terbuat dari kayu
seharusnya dipastikan cara pembersihannya yang dapat
menjamin sanitasi;
(2) Alat ukur/timbang seharusnya dipastikan keakuratannya,
terutama alat ukur/timbang bahan tambahan pangan (BTP)
4. SUPLAI AIR ATAU SARANA PENYEDIAAN AIR
umber air bersih untuk proses produksi sebaiknya cukup dan
memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan / atau air minum.
Air yang digunakan untuk proses produksi harus air bersih dan
sebaiknya dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan
proses produksi.
-10-
5. FASILITAS DAN KEGIATAN HIGIENE DAN SANITASI
asilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin
agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan
mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan.
a) Fasilitas Higiene dan Sanitasi
(1) Sarana Pembersihan / Pencucian
(a) Sarana pembersihan / pencucian bahan pangan, peralatan,
perlengkapan dan bangunan (Iantai, dinding dan lain-lain),
seperti sapu, sikat, pel, lap dan / atau kemoceng, deterjen,
ember, bahan sanitasi sebaiknya tersedia dan terawat dengan
baik.
(b) Sarana pembersihan harus dilengkapi dengan sumber air
bersih.
(c) Air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan
tertentu, terutama berguna untuk melarutklan sisa-sisa
lemak dan tujuan disinfeksi, bila diperlukan.
(2) Sarana Higiene Karyawan
sarana higiene karyawan seperti fasilitas untuk cuci tangan dan
toilet / jamban seharusnya tersedia dalam jumlah cukup dan
dalam keadaan bersih untuk menjamin kebersihan karyawan
guna mencegah kontaminasi terhadap bahan pangan.
(3) Sarana Cuci Tangan seharusnya :
(a) Diletakkan di dekat ruang produksi, dilengkapi air bersih dan
sabun cuci tangan
(b) Dilengkapi dengan alat pengering tangan seperti handuk, lap
atau kertas serap yang bersih.
(c) Dilengkapi dengan tempat sampah yang tertutup.
(4) Sarana toilet / jamban seharusnya :
(a) Didesain dan dikonstruksi dengan memperhatikan
persyaratan higiene, sumber air yang mengalir dan saluran
pembuangan;
(b) Diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus
mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan toilet;
(c) Terjaga dalam keadaan bersih dan tertutup;
(d) Mempunyai pintu yang membuka ke arah luar ruang produksi
(5) Sarana pembuangan air dan limbah
(a) Sistem pembuangan limbah seharusnya didesain dan
dikonstruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran
pangan dan air bersih;
(b) Sampah harus segera dibuang ke tempat sampah untuk
mencegah agar tidak menjadi tempat berkumpulnya hama
binatang pengerat, serangga atau binatang lainnya sehingga
tidak mencemari pangan maupun sumber air
-11-
(c) Tempat sampah harus terbuat dari bahan yang kuat dan
tertutup rapat untuk menghindari terjadinya tumpahan
sampah yang dapat mencemari pangan maupun sumber air.
b) Kegiatan Higiene dan Sanitasi
(1) Pembersihan/pencucian dapat dilakukan secara fisik seperti
dengan sikat atau secara kimia seperti dengan sabun / deterjen
atau gabungan keduanya.
(2) Jika diperlukan, penyucihamaan sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan kaporit sesuai petunjuk yang dianjurkan.
(3) Kegiatan pembersihan / pencucian dan penyucihamaan
peralatan produksi seharusnya dilakukan secara rutin.
(4) Sebaiknya ada karyawan yang bertanggung jawab terhadap
kegiatan pembersihan / pencucian dan penyucihamaan
6. KESEHATAN DAN HIGIENE KARYAWAN
esehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa
karyawan yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan
pangan tidak menjadi sumber pencemaran
a) Kesehatan Karyawan
Karyawan yang bekerja di bagian pangan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
(1) Dalam keadaan sehat. Jika sakit atau baru sembuh dari sakit
dan diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan
masuk ke ruang produksi.
(2) Jika menunjukkan gejala atau menderita penyakit menular,
misalnya sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut,
muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis,
luka, dan lain-lain), keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit
mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan masuk ke
ruang produksi.
b) Kebersihan Karyawan
(1) Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya.
(2) Karyawan yang menangani pangan seharusnya mengenakan
pakaian kerja yang bersih. Pakaian kerja dapat berupa celemek,
penutup kepala, sarung tangan, masker dan / atau sepatu kerja.
(3) Karyawan yang menangani pangan harus menutup luka di
anggota tubuh dengan perban khusus luka.
(4) Karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum
memulai kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan
mentah, atau bahan / alat yang kotor, dan sesudah ke luar dari
toilet / jamban;
-12-
c) Kebiasaan Karyawan
(1) Karyawan yang bekerja sebaiknya tidak makan dan minum,
merokok, meludah, bersin atau batuk ke arah pangan atau
melakukan tindakan lain di tempat produksi yang dapat
mengakibatkan pencemaran produk pangan.
(2) Karyawan di bagian pangan sebaiknya tidak mengenakan
perhiasan seperti giwang / anting, cincin, gelang, kalung, arloji /
jam tangan, bros dan peniti atau benda lainnya yang dapat
membahayakan keamanan pangan yang diolah
7. PEMELIHARAAN DAN PROGRAM HIGIENE DAN SANITASI
emeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi
(bangunan, mesin / peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah
dan lainnya) dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya
kontaminasi silang terhadap pangan yang diolah.
a) Pemeliharaan dan Pembersihan
(1) Lingkungan, bangunan, peralatan dan lainnya seharusnya dalam
keadaan terawat dengan baik dan berfungsi sebagaimana
mestinya
(2) Peralatan produksi harus dibersihkan secara teratur untuk
menghilangkan sisa-sisa pangan dan kotoran
(3) Bahan kimia pencuci sebaiknya ditangani dan digunakan sesuai
prosedur dan disimpan di dalam wadah yang berlabel untuk
menghindari pencemaran terhadap bahan baku dan produk
pangan;
b) Prosedur Pembersihan dan Sanitasi
Prosedur Pembersihan dan Sanitasi sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan proses fisik (penyikatan, penyemprotan dengan air
bertekanan atau penghisap vakum), proses kimia (sabun atau
deterjen) atau gabungan proses fisik dan kima untuk menghilangkan
kotoran dan lapisan jasad renik dari lingkungan, bangunan,
peralatan
c) Program Higiene dan Sanitasi
(1) Program Higiene dan Sanitasi seharusnya menjamin semua
bagian dari tempat produksi telah bersih, termasuk pencucian
alat-alat pembersih;
(2) Program Higiene dan Sanitasi seharusnya dilakukan secara
berkala serta dipantau ketepatan dan keefektifannya dan jika
perlu dilakukan pencatatan;
d) Program Pengendalian Hama
(1) Hama (binatang pengerat, serangga, unggas dan lain-lain)
merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan
mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama
-13-
dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke
ruang produksi yang akan mencemari pangan.
(2) Mencegah masuknya hama
(a) Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya
hama harus selalu dalam keadaan tertutup.
(b) Jendela, pintu dan lubang ventilasi harus dilapisi dengan
kawat kasa untuk menghindari masuknya hama
(c) Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, domba, ayam dan
lain-lain tidak boleh berkeliaran di sekitar dan di dalam ruang
produksi.
(d) Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang
masuknya hama.
(3) Mencegah timbulnya sarang hama di dalam ruang produksi
(a) Pangan seharusnya disimpan dengan baik, tidak langsung
bersentuhan dengan lantai, dinding dan langit-langit
(b) Ruang produksi harus dalam keadaan bersih
(c) Tempat sampah harus dalam keadaan tertutup dan dari bahan
yang tahan lama
(d) IRTP seharusnya memeriksa lingkungan dan ruang
produksinya dari kemungkinan timbulnya sarang hama.
e) Pemberantasan Hama
(1) Sarang hama seharusnya segera dimusnahkan
(2) Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi
mutu dan keamanan pangan.
(3) Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan
perangkap tikus atau secara kimia seperti dengan racun tikus.
(4) Perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan
pertimbangan tidak mencemari pangan.
f) Penanganan Sampah
Penanganan dan pembuangan sampah dilakukan dengan cara yang
tepat dan cepat :
sampah seharusnya tidak dibiarkan menumpuk di lingkungan dan
ruang produksi, segera ditangani dan dibuang
8. PENYIMPANAN
enyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi (bahan
baku, bahan penolong, BTP) dan produk akhir dilakukan dengan baik
sehingga tidak mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan pangan.
a) Penyimpanan Bahan dan Produk Akhir
(1) Bahan dan produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruangan
yang bersih, sesuai dengan suhu penyimpanan, bebas hama,
penerangannya cukup
-14-
(2) Penyimpanan bahan baku tidak boleh menyentuh lantai,
menempel ke dinding maupun langit-langit
(3) Penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda dan
menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan sistem First
Expired First Out (FEFO), yaitu bahan yang lebih dahulu masuk
dan / atau memilki tanggal kedaluwarsa lebih awal harus
digunakan terlebih dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu
diproduksi harus digunakan / diedarkan terlebih dahulu.
(4) Bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan di
tempat kering, misalnya garam, gula, dan rempah-rempah bubuk
b) Penyimpanan Bahan Berbahaya
Bahan berbahaya seperti sabun pembersih, bahan sanitasi, racun
serangga, umpan tikus, dll harus disimpan dalam ruang tersendiri
dan diawasi agar tidak mencemari pangan
c) Penyimpanan Wadah dan Pengemas
(1) Penyimpanan wadah dan pengemas harus rapih, di tempat bersih
dan terlindung agar saat digunakan tidak mencemari produk
pangan.
(2) Bahan pengemas harus disimpan terpisah dari bahan baku dan
produk akhir.
d) Penyimpanan Label Pangan
(1) Label pangan seharusnya disimpan secara rapih dan teratur agar
tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya dan tidak
mencemari produk pangan.
(2) Label pangan harus disimpan di tempat yang bersih dan jauh dari
pencemaran.
e) Penyimpanan Peralatan Produksi
Penyimpanan mesin / peralatan produksi yang telah dibersihkan
tetapi belum digunakan harus di tempat bersih dan dalam kondisi
baik, sebaiknya permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya
terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya.
9. PENGENDALIAN PROSES
ntuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses
produksi harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses
produksi pangan industri rumah tangga pangan dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
a) Penetapan spesifikasi bahan;
b) Penetapan komposisi dan formulasi bahan;
c) Penetapan cara produksi yang baku ;
d) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan
e) Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan
dihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal
kadaluwarsa.
-15-
a) Penetapan Spesifikasi Bahan
(1) Persyaratan Bahan
(a) Bahan yang dimaksud mencakup bahan baku, bahan
tambahan, bahan penolong termasuk air dan bahan
tambahan pangan (BTP)
(b) Harus menerima dan menggunakan bahan yang tidak
rusak, tidak busuk, tidak mengandung bahan-bahan
berbahaya, tidak merugikan atau membahayakan
kesehatan dan memenuhi standar mutu ataupersyaratan
yang ditetapkan
(c) Harus menentukan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan
untuk memproduksi pangan yang akan dihasilkan.
(d) Tidak menerima dan menggunakan bahan pangan yang
rusak.
(e) Jika menggunakan bahan tambahan pangan (BTP), harus
menggunakan BTP yang diizinkan sesuai batas maksimum
penggunaannya.
(f) Penggunaan BTP yang standar mutu dan persyaratannya
belum ditetapkan harus memiliki izin dari Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI)
(g) Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan dalam
bentuk formula dasar yang menyebutkan jenis dan
persyaratan mutu bahan;
(h) Tidak menggunakan Bahan Berbahaya yang dilarang untuk
pangan
(2) Persyaratan Air
(a) Air yang merupakan bagian dari pangan seharusnya
memenuhi persyaratan air minum atau air bersih sesuai
peraturan perundangundangan;
(b) Air yang digunakan untuk mencuci / kontak langsung
dengan bahan pangan, seharusnya memenuhi persyaratan
air bersih sesuai peraturan perundang-undangan;
(c) Air, es dan uap panas (steam) harus dijaga jangan sampai
tercemar oleh bahan-bahan dari luar;
(d) Uap panas (steam) yang kontak langsung dengan bahan
pangan atau mesin / peralatan harus tidak mengandUng
bahan-bahan yang berbahaya bagi keamanan pangan; dan
(e) Air yang digunakan berkali-kali (resirkulasi) seharusnya
dilakukan penanganan dan pemeliharaan agar tetap aman
terhadap pangan yang diolah.
b) Penetapan komposisi dan formulasi bahan
(1) Harus menentukan komposisi bahan yang digunakan dan
formula untuk memproduksi jenis pangan yang akan
dihasilkan.
(2) Harus mencatat dan menggunakan komposisi yang telah
-16-
emasan pangan IRT diberi label yang jelas dan informatif untuk
memudahkan konsumen dalam memilih, menangani, menyimpan,
mengolah dan mengonsumsi pangan IRT;
ditentukan secara baku setiap saat secara konsisten.
(3) Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan harus diukur
atau ditimbang dengan alat ukur atau alat timbang yang
akurat.
c) Penetapan Cara Produksi yang Baku
(1) seharusnya menentukan proses produksi pangan yang
baku,
(2) seharusnya membuat bagan alir atau urut-urutan proses
secara jelas,
(3) seharusnya menentukan kondisi baku dari setiap tahap proses
produksi, seperti misalnya berapa menit lama pengadukan,
berapa suhu pemanasan dan berapa lama bahan dipanaskan,
(4) seharusnya menggunakan bagan alir produksi pangan yang
sudah baku ini sebagai acuan dalam kegiatan produksi seharihari.
d) Penetapan Jenis, Ukuran dan Spesifikasi Kemasan
Penggunaan pengemas yang sesuai dan memenuhi persyaratan
akan mempertahankan keamanan dan mutu pangan yang dikemas
serta melindungi produk terhadap pengaruh dari luar seperti: sinar
matahari, panas, kelembaban, kotoran, benturan dan lain-lain.
(1) seharusnya menggunakan bahan kemasan yang sesuai untuk
pangan, sesuai peraturan perundang-undangan;
(2) Desain dan bahan kemasan seharusnya memberikan
perlindungan terhadap produk dalam memperkecil
kontaminasi, mencegah kerusakan dan memungkinkan
pelabelan yang baik;
(3) Kemasan yang dipakai kembali seperti botol minuman harus
kuat, mudah dibersihkan dan didesinfeksi jika diperlukan,
serta tidak digunakan untuk mengemas produk non-pangan.
e) Penetapan Keterangan Lengkap Tentang Produk yang akan
dihasilkan
(1) seharusnya menentukan karakteristik produk pangan yang
dihasilkan
(2) Harus menentukan tanggal kedaluwarsa.
(3) Harus mencatat tanggal produksi.
(4) Dapat menentukan kode produksi
Kode produksi diperlukan untuk penarikan produk, jika
diperlukan
10. PELABELAN PANGAN
-17-
Label pangan IRT harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan atau perubahannya; dan peraturan lainnya tentang label dan
iklan pangan.
Label pangan sekurang-kurangnya memuat :
a) Nama produk sesuai dengan jenis pangan IRT yang ada di
Peraturan Kepala Badan POM HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012
tentang Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga.
b) Daftar bahan atau komposisi yang digunakan
c) Berat bersih atau isi bersih
d) Nama dan alamat IRTP
e) Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa
f) Kode produksi
g) Nomor P-IRT
Label pangan IRT tidak boleh mencantumkan klaim kesehatan atau
klaim gizi
11. PENGAWASAN OLEH PENANGGUNGJAWAB
eorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh
tahap proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin
dihasilkannya produk pangan yang bermutu dan aman.
a) Penanggung jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang
prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta
proses produksi pangan yang ditanganinya dengan pembuktian
kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (Sertifikat
PKP).
b) Penanggungjawab seharusnya melakukan pengawasan secara rutin
yang mencakup :
(1) Pengawasan Bahan
(a) Bahan yang digunakan dalam proses produksi seharusnya
memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan;
(b) IRTP dapat memelihara catatan mengenai bahan yang
digunakan
(2) Pengawasan Proses
(a) Pengawasan proses seharusnya dilakukan dengan
memformulasikan persyaratan-persyaratan yang
berhubungan dengan bahan baku, komposisi, proses
pengolahan dan distribusi;
(b) Untuk setiap satuan pengolahan (satu kali proses)
seharusnya dilengkapi petunjuk yang menyebutkan tentang
-18-
nama produk; tanggal pembuatan dan kode produksi; jenis
dan jumlah seluruh bahan yang digunakan dalam satu kali
proses pengolahan; Jumlah produksi yang diolah; dan lainlain
informasi yang diperlukan
c) Penanggungjawab seharusnya melakukan tindakan koreksi atau
pengendalian jika ditemukan adanya penyimpangan atau
ketidaksesuaian terhadap persyaratan yang ditetapkan.
12. PENARIKAN PRODUK
enarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran
pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya
penyakit/keracunan pangan atau karena tidak memenuhi
persyaratan/ peraturan perundang-undangan di bidang pangan.
Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak
karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan dan/
atau melindungi masyarakat dari produk pangan yang tidak
memenuhi persyaratan keamanan pangan
.
a) Pemilik IRTP harus menarik produk pangan dari peredaran jika
diduga menimbulkan penyakit / keracunan pangan dan / atau
tidak memenuhi persayaratan peraturan perundang-undangan di
bidang pangan.
b) Pemilik IRTP harus menghentikan produksinya sampai masalah
terkait diatasi.
c) Produk lain yang dihasilkan pada kondisi yang sama dengan
produk penyebab bahaya seharusnya ditarik dari peredaran /
pasaran;
d) Pemilik IRTP seharusnya melaporkan penarikan produknya,
khususnya yang terkait dengan keamanan pangan ke Pemerintah
Kabupaten / Kota setempat dengan tembusan kepada Balai Besar
/ Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat.
e) Pangan yang terbukti berbahaya bagi konsumen harus
dimusnahkan dengan disaksikan oleh DFI.
f) Penanggung jawab IRTP dapat mempersiapkan prosedur
penarikan produk pangan
13. PENCATATAN DAN DOKUMENTASI
encatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk
memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses
produksi dan distribusi, mencegah produk melampaui batas
kedaluwarsa, meningkatkan keefektifan sistem pengawasan pangan .
a) Pemilik seharusnya mencatat dan mendokumentasikan :
(1) Penerimaan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP),
dan bahan penolong sekurang-kurangnya memuat nama
-19-
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
LUCKY OEMAR SAID
bahan, jumlah, tanggal pembelian, nama dan alamat
pemasok
(2) Produk akhir sekurang-kurangnya memuat nama jenis
produk, tanggal produksi, kode produksi, jumlah produksi
dan tempat distribusi / penjualan
(3) Penyimpanan, pembersihan dan sanitasi, pengendalian
hama, kesehatan karyawan, pelatihan, distribusi dan
penarikan produk dan lainnya yang dianggap penting
b) Catatan dan dokumen dapat disimpan selama 2 (dua) kali umur
simpan produk pangan yang dihasilkan.
c) Catatan dan dokumen yang ada sebaiknya dijaga agar tetap
akurat dan mutakhir
14. PELATIHAN KARYAWAN
impinan dan karyawan IRTP harus mempunyai pengetahuan
dasar mengenai prinsip - prinsip dan praktek higiene dan sanitasi
pangan serta proses Pengolahan pangan yang ditanganinya agar
mampu mendeteksi resiko yang mungkin terjadi dan bila perlu mampu
memperbaiki penyimpangan yang terjadi serta dapat memproduksi
pangan yang bermutu dan aman
a) Pemilik / penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti
penyuluhan tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk
Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT)
b) Pemilik / penanggung jawab tersebut harus menerapkannya serta
mengajarkan pengetahuan dan ketrampilannya kepada karyawan
yang lain.